Warung Bebas

Saturday 30 June 2012

Konsep Dasar Penyakit Ensefalitis


 
1. Konsep Dasar Penyakit Ensefalitis
a.      Pengertian
          Ensefalitis menurut Mansjoer dkk,(2000) adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa. Sedangakan meurut Soedarmo dkk,(2008) Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh japanese ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.
          Dari dua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa ensefalit adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus dan menularkan penyakit tersebut melalui vektor nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan syaraf pusat.
b.      Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedarmo dkk, (2008) adalah:
1)   Ensefalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembang biakan virus ekstraneural yang hebat
2)   Ensefalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan kerusakan otak ringan
3)   Infeksi asimptomatik yang ditandai oleh hmpir tidak adanya viremia, sangat terbatasnya replikasi ekstraneural
4)   Infeksi persisten.
Meskipun Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis tetapi baru     Japanese B encepalitis yang ditemukan (Soedarmo dkk,2008).

c.       Anatomi dan Fisiologi Sistem Persyarafan
a) Pengertian
Menurut Setiadi, (2007) sistem syaraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan syaraf kita dapat mengisap suatu rangsangan dari luar pengndalian pekerja otot.

b) Sel sel pada sistem syaraf
1)    Neuron
Unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari : Badan Sel, yaitu bagian yang mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron. Sedangakan Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrit. Bagian ini mengahantarkan impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain atau ke ke badan sel neuron yang menjadi asal akson ( arah menuju ke luar sel ). Maka, Semua akson dalam sistem syaraf perifer di bungkus oleh lapisan schwann ( neurolema ) yang di hasilkan oleh sel – sel schwann. Kemudian mielin berfungsi sebagai insulator listrik dan mempercepat hantaran impuls syaraf. Sedangkan Dendrit adalah Perpanjang sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek yang berfungsi sebagai penghantar impuls ke sel tubuh.
2)    Neuroglial
                 Sel penunjang tambahan pada susunan syaraf pusat yang berfungsi sebagai jaringan ikat yang mensuport sel dan nervous sistem.



3)    Sistam komunikasi sel
                 Rangsangan ini di sebut stimulus, sedangkan yang di hasilkan dinamakan respon. Alat penghantar stimulus yang berfungsi menerima rangsangan disebut reseptor,sedangkan yang menjawab stimulus di sebut efektor seperti otot,sel , kelenjar atau sebagainya.

c) Sistem Syaraf Pusat
1)    Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal,yaitu:
a)    Otak depan menjadi hamisfer serebri, korpus striatum, talamus, serta hipotalamus. Fungsinya menerima dan mengintegrasikan informasi mengenai kesadaran dan emosi.
b)   Otak tengah,mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan dan pendengaran. Otak ini menjadi tegmentum, krus serebrium, korpus kuadriigeminus.
c)    Otak belakang ( pons ), bagian otak yang menonjol kebnyakan tersusun dari lapisan fiber ( berserat ) dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernafasan. Otak belakang ini menjadi :
Pons vorali, membantu meneruskan informasi. Medula oblongata, mengendalikan fungsi otomatis organ dalam( internal ). Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan dasar.
2)    Pelindung Otak
(a) Kulit kepala dan rambut
(b) Tulang tengkorak dan columna vetebral
(c) Meningen ( selaput otak )
3)    Bagian – bagian Otak
a)    Hemifer cerebral ( otak besar )di bagi menjadi 4     lobus, yaitu :
(1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab untuk proses berfikir
(2) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan sensasi perabaan, tekanan, dan sedkit menerima perubahan temperatur.
(3) Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari mata.
(4) Lobus temporalis, mengandung area auditory yang menerima sensasi dari telinga.
Area khusus otak besar (cerebrum ) adalah :
Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensory tubuh. Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skeletal broca’s area yang terliabat dalam kemampuan bicara.
b)   Cerebelum ( otak kecil )
Fungsi cerebelum mengmbalikan tonus otot di luar kesadaran yang merupakan suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap :
(1)Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh,
(2)Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di bawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.
Ada tiga jens kelompok syaraf yang di bentuk oleh syaraf cerebrospinalis yaitu:
(a)Syaraf sensorik, ( syaraf afferen ), yaitu membawa impuls dari otak dan medulla spinalis ke perifer.
(b) Syaraf motorik ( syaraf efferen ), menghantarkan impuls dari otak dan medulla spinalis ke perifer.
(c)Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan sensorik, sehingga dapat mengantar impuls dalam dua jurusan.
4)    Medulla Spinallis
Disebut juga sumsum tulang belakang. Yang terlindung di dalam tulang belakang dan berfungsi untuk mengadakan komunikasi anatara otak dan semua bagian tubuh serta berperan dalam : gerak reflek, berisi pusat pengontrolan yang penting, heart rate contol atau denyut jantung, pengaturan tekanan darah, pernafasan, menelan, muntah.

d) Susunan Syaraf Perifer
Sistem syaraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf pusat ( CNS ) dengan cara membawa signals dari syaraf pusat ke CNS. Susunan syaraf terbagi menjadi 2, yaitu :
1)    Susunan syaraf somatic
Susunan syaraf yang memiliki peranan yang spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang, jadi syraf ini melakuakan sistem pergerakan otot yang di sengaja atau tanpa sengaja
2)    Susunan syaraf otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan otot sadar atau serat lntang, dengan membawa informasi ke otot halus atau otot jantung yang dilakuakan otomatis.Menurut fungsinya susunan syaraf otonom terdiri dari dua bagian yaitu:
(a) Susunan syaraf simpatis
(b) Susunan syaraf para simpatis( Setiadi,2007).

d.      Etiologi
Berbagai macam organisme dapat menimbulkan Encephalitis, misalnya ozoa, cacing, jamur, spirokaeta, dan virus. Penyebab yang tersering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Encephalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Encephalitis, meskipun gejala klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam Encephalitis virus. Menurut Soedarmo dkk,(2008) bahwa virus Ensefalitis berkembang biak dari sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma seperti babi, kuda, gigitan nyamuk,dan lain lain.

e.       Patofisiologi
Setelah nyamuk menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem getah bening sekitar tempat gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang biak, kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama. Melalui aliran darah virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan syaraf pusat dan organ eksterneural. Kemudian virus di lepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah menyebabkan virema kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan dan menimbulkan gejala penyakit sistemik.
            Bagaimana cara virus masuk menembus sawar otak tidak diketahui dengan pasti, namun diduga setelah terjadinya viremia virus menembus dan berkembng biak pada endotel vaskular dengan cara endositosis, sehingga dapat menembus sawar darah otak. Setelah mencapai susunan saraf pusat, virus berkembang biak di dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan golgi dan setelah itu menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabelitas sel neuron, glia dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel masuk ke dalam sel dan timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini memeberikan memberikan manifestasi klinis berupa ensefalitis. Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipokampus, dan krteks selebra (Soedarmo dkk,2008).

f.       Manifestasi Klinis
Gejala klinisnya adalah :
a)    Terjadi peningkatan tekanan intarakraniaum,berupa nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan muntah.
b)   Terjadi demam akibat infeksi
c)    Fotofobia (respon nyeri terhadap sinar) akibat iritasi saraf – saraf  kranial
d)   Ensefalitis biasanya memperlihatkan gejala awal yang dramatis berupa delirium dan penurunan progresif kesadaran. Dapat timbul kejang dan gerakan- gerakan abnormal (Corwin, 2001).

g.      Penatalaksanaan
1.   Pemeriksaan penunjang
1)   Pemeriksaan cairan serebrospinal
Warna jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50- 2000 sel. Dimana sel limfosit merupakan sel yang dominan, protein agak meningkat, sedangkan glukosa dalam batas normal.
2)   Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “Bilateral” dengan aktivitas rendah.
3)   Pemeriksaan virus
Ditemukan virus pada CNS. Didapatkan kenaikan titer antibodi yang spesifik terhadap virus penyebab.
2.   Pengobatan pada encephalitis dilakukan dalam 2 cara, yaitu:
1)   Pengobatan penyebabnya adalah:
Diberikan apabila jenis virus diketahui.Herpes encephalitis: adenosine arabinose 15mg/kgBB/hari selama 5 hari.
2)   Pengobatan suportif adalah :
Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah pengobatan non spesifik yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.
Pengobatannya antara lain:
(a) ABC ( Airway, Breathing, Circulation) harus dapat dipertahankan sebaik- baiknya.
(b) Pemberian makanan secara adekuat baik secara interal maupun parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein, keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.
(c) Obat- obatan yang lain apabila diperlukan harus diberikan agar keadaan umum penderita tidak bertambah jelek,Misalnya:
Hiperpireksia, diberikan:  antipiretik paracetamol 10 mg/ kgBB/ X,kompres dingin. Kejang, diberikan: Diazepam 0,3- 0,5mg/kgBB/X diikuti dengan oemberian, Fenitoin 2 mg/ kgBB/ X untuk rumatan. Edema otak, diberikan: steroid: dexametasone 0,5 mg/ kgBB/ X dilanjutkan dengan dosis 0,1 mg /kg BB/ X tiap 6 jam, Monitol dosis 1-2 gr/ kgBB selama ± 15 menit diulangi 8- 12 jam apabila diperlukan.
3.   Perawatannya, yaitu :
Mata: cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau salep antibiotika. Cegah decubitus: dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam. Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan postural drainage dan aspirasi mekanis ( Soedarmo dkk,2008 ).

h.      Komplikasi
Kompikasi yang terjadi pada ensefalitis adalah : (1) pasien dapat mengalami ketidakmampuan permanen, kerusakan otak atau meninggal akibat ensefalitis, (2) dapat timbul kejang ( Corwin, 2001 ).

i.        Pemeriksaan Laboraturium dan Diagnostik
1)   Dilakukan pegambilan CSS untuk pemeriksaan sel darah putih dan sensitivitas mikro-organisme. Glukosa dan protein dalam CSS.
2)   Dapat digunakan CT scan atau MRI untuk mengevaluasi drajat pembengkakan dan tempat nekrosis ( Corwin, 2001).


DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dr. Soetjiningsih, SPAK. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Dongoes, E. Marilyn,(2000) Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.ISBN
Setiadi. (2007). Anatomi Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu
Johnson ,Morrison, (2000). Nursing Outcome Classification.Mosby Year Book
Philadelphia.
Mc. Closkey, Joanne, (2004) Nursing Intervention Classification Mosby Year
Book Philadelphia.
Joyce, E. (2009). Pengkajian Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC
NANDA, (2005). Nursing Diagnose:Definition and Classification. NANDA
international.
Nursalam, et al.(2007). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak . Jakarta: EGC.
Mansjoer, et al.(2001).Kapita Selekta Kedokteran Volume 1Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Wong, D, et al.(2008).Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 volume
2.Jakarta:EGC
Wong, D.(2004).Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4.Jakarta:EGC
Soedarmo,et al.(2008).Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Rd. Arry yulianita, D.(2007). Buku Saku Keperawatan. Bandung:
Yusi Sofiyah.(2007).Cat Kuliah Anak.  Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sylvia. A Price.(1995). Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Effendy, N.(1998). Dasar – dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Konsep Dasar Penyakit Dengue


 
a.      Pengertian
Dengue adalah infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula dengue haemoragic fever( DHF ). Dengue yang di sertai renjatan shock manifestasi perdarahan berkurangnya volume plasma yang diakibatkan peningkatan permeabelitas dinding dinding kaplier disebut pula dengue shock syndrome ( Mansjoer dkk, 2000 ).
Demam Berdarah Dengue menurut Nursalam dkk,(2005) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegpty.
Menurut uraian dia atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dengue adalah demam berdarah dengue yang di tandai dengan demam,nyeri otot, dan sendi yang di diakibatkan oleh peningkatan permeabelitas kapiler yang di tularkan oleh vektor nyamuk aedes agypty.
.
b.      Klasifikasi Dengue
          Menurut WHO,( 1986 ) mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
1)        Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2)        Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3)        Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt) tekanan nadi sempit (£ 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 ® 120/100 ® 120/110 ®90/70 ®80/70 ®80/0 ®0/0)
4)        Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

c.       Anatomi dan Fisiologi
Sistem Hematologi
a)   Pengertian
Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit ( Silvia dkk, 1995).
Sel darah merah atau ertrosit adalah merupakan cabang bikonkaf yang tidak berinti yang kira – kira berdiameter 8ml, tebal bagian tepi 2ml pada bagian tengah tebalnya hanya 1ml atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stoma yang bagian luar mengandung protein terdiri dari antigen A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang.
Darah memiliki beberapa fungsi dari anatomi dan fisiologi tubuh meurut Setiadi,( 2007), yaitu :
1)    Fungsi yang menyangkut pernafasan:
Komponen sel darah merah adalah protein HB yang mengangkut O2 DAN CO2 dan mempertahankan Ph normal melalui serangkaian intraseluler. Yaitu: darah membawa O2 dari paru- paru ke jaringan – jaringan dan membawa CO2 dari jaringan – jaringan ke paru – paru untuk di keluarkan.
2)    Fungsi yang menyangkut Nutrisi
Darah mengangkut zat –zat makanan yang di absobsi dari usus halus atau di buat dalam tubuh ke sel – sel yang menggunakannya atau menyimpannya.
3)    Fungsi yang menyangkut Ekresi
Darah mengangkut sisa –sisa metabolisme dalam tubuh ke alat – alat ekresi dimana zat – zat tersebut di keluarkan.
4)    Fungsi yang menyangkut kekebalan ( Imun )
Darah mentranspotasi leukosit, antibodi dan subtansi protektip lainya.
5)   Fungsi yang berhubungan dengan keseimbangan air dalam tubuh
Darah mengatur keseimbangan air dalam tubuh yaitu dari oragan satu ke organ lainnya dan ke alat – alat pembuangan misalnya ginjal dan paru- paru.
6)    Fungsi yang berhubungan dengan suhu tubuh, yaitu:
Darah mengandung sejumlah panas, darah mengalir dengan cepat dan mendistribusikan panas tersebut dengan konsekwensi meratanya panas pada seluruh tubuh, mengatur panas kepermukaan tubuh, dimana panas itu diminimalisir dengan penguapan atau iradiasi,mensuplai air guna penguapan pada kulit dan paru-paru.


7)    Fungsi yang berhubungan dengan tekanan osmotik
8)   Fungsi yang berhubungan dengan keseimbangan asam dan basa
9)    Fungsi yang berhubungan dengan tekanan darah.
Depkes RI, (1989 ).

b)   Komponen cairan darah
1)    Plasma darah
Komponen cairan darah yang disebut plasma terdiri dari 91% - 92% air yang berperan sebagai medium transpor, dan 7% - 9% terdiri dari zat padat (Sylvia, 1995). Zat – zat padat itu adalah protein –protein seperti albumin, globulin, dan fibrinogen.
(a) Unsur anorganik : natrium, kalsium, kalium, kalium, fosfor, besi dan iodium.
(b) Unsur organik : berupa zat –zat nitrogen non protein, urea, asam urat, xantin, kreatinin, asam amino, lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa dan berbagai enzim seperti amilase, protease, dan lipase.
2)    Sel – sel darah
1. Eritrosit
Sel darah merah mengandung protein hemoglobin yang mengangkut sebagian besar O2 yang di ambil di paru ke sel – sel seluruh tubuh
2. Leukosit
Sel darah putih untuk pertahanan tubuh melawan infeksi atau benda asing ( kuman – kuman ) yang menyerang tubuh. Ada beberapa peranan leukosit, yaitu:
a. Monosit
Terbentuk di sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk jaringan.
b. Makrofag
Dapat tetap berdiam di jaringan atau di gunakan dalam reaksi peradangan segera setelah sel ini matang.
c. Neutrofil, Basofil,  dan Eusinofil
Sel – sel darah putih yang tampak granular yang membantu respon peradangan. Semuanya berfungsi sebagai fagosit untuk mencerna dan menghancurkan mikroorganisme dan sisa – sisa sel. Selain itu, Basofil bekerja seperti sel mas dan mengeluarkan peptida – peptida vasoaktif.

3. Trombosit
Trombosit berperan penting untuk pembekuan darah. Fungsinya untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. Trombosit tersebut menjadi lengket dan menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit. Sumbat trombosit itu efektif untuk menambal daerah yang luka.
Pembatasan fungsi trombosit adalah untuk mencegah pembentukan emboli, maka trombosit – trombosit tersebut mengeluarkan bahan – bahan yang membatasi luas penggumpalan mereka sendiri. Bahan utama yang di keluarkan oleh trombosit untuk membatasi pembekuan mereka adalah prostalglandin tromboksan A2. Tromboksan A2 merangsang penguraian trombosit dan menyebabkan vasokontriksi lebih lanjut pada pembuluh darah.
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Kelainan ini berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan hebat, bahkan hanya dengan cidera ringan atau atau perdarahan spontan kecil ( Corwin, 2001). Batasan trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 /mm3 (arry yulianita, 2007).
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang di temukan pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak pemulaan sakit. Trombositopernia yang di hubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sum sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit dan diduga akibat meningkatnya dekstruksi trombosit. Maka, dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi megakariosit, yaitu peningkatan dekstruksi trombosit dengan penyebab virus dengue,komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sistem endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit di anggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD (Soedarmo dkk,2008).
d.      Etiologi
Virus dengue di bawa oleh nyamuk  Aedes Aegpty dan Aedes Albopictus  sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Apabila oranng itu mendapatkan infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulakan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue  pertama kali, mendapat virus berulang virus dengue lainnya. Virus dapat berepleksi di nodus limpfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen  hematogen. Tubuh akan membentuk kompleks virus –. antibody dalam sirkulasi darah sehingga akan mngaktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehingga permeabelitas dinding pembuluh darah meningkat. Akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif  yang bersifat meningakatkan permeabelitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular. Terjadinya faktor hageman faktor (XII) akan menyebabkan pembekuan intravaskular yang meluas dan meningkatkan permeabelitas didnding pembuluh darah ( Mansjoer, 2001 )

e.       Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat (Mansjoer dkk,2001).







f.       Manifetasi Klinis
Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
a)      Manifestasi perdarahan, uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
b)      Pembesaran hati
c)      Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat di sertai dengan tekanan darah menurun (tekanan sistolik < 80 mmhg) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kak, pasien menjadi gelisah dan timbul sianosis di sekitar mulut (Soedarmo dkk,2008).
g.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit adalah:
a)    Tirah Baring
b)   Makanan lunak dan bila belum nafsu makan di beri minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam ( susu, air dengan gula, atau sirop )atau air tawar di tambah garam.
c)    Antibiotik di berikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan, yaitu :
a)    Pemasangan infus dan di pertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan diatasi.
b)    Observasi keadaan umum, nadi tekanan darah,suhu dan pernafasan tiap jam, serta HB dan HT tiap 4 – 6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
c)    Pada pasien DSS diberi cairan intervena yang diberikan dengan di guyur, seperti NaCl, RL yang di pertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat di berikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15 – 29 ml/kg berat badan dan di pertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar HB dan HT maka di beri trnsfusi darah (Mansjoer dkk, 2000 ).

h.      Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada dengue adalah shock, resiko kerusakan ginjal,  edema paru oliguri, anemia, kegagalan sirkulasi,asidosis metabolik, kematian (Soedarmo dan Mansjoer dkk,2008:2000).
i.        Pemeriksaan Laboraturium dan Diagnostik
1)   Pemeriksaan Darah
(a) Trombositopeni (£100.000/mm3)
(b) Hb dan PCV meningkat (³ 20%)
(c) Hipoproteinemia
(d) Leukopeni (mungkin normal atau lekositosis)
(e) Ig G Dengue Positif
2)   Serologi (Uji H): respon titer antibody sekunder
3)   Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
4)        Isolasi virus yang di periksa adalah darah pasien dan jaringan (Mansjoer dkk,2000).

j.        Terapi Diet
Penderita diberikan makanan yang lunak dan makanan yang mudah di cerna, rendah serat dan tidak mengandung bumbu yang merangsang makanan yang boleh diberikan :
1. Beras tim, bubur kentang direbus, roti, puding (sumber hidrat)
2. Daging sapi, ikan rebus, telur, keju, susu ( protein hewani )
3. Tahu, tempe direbus, kacang – kacang panjang buncis, tomat, kembang kol ( sayuran )
4. Buah –buahan, pisang, pepaya, jeruk, mangga, alpukat, jambu biji ( buah – buahan ).

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dr. Soetjiningsih, SPAK. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Dongoes, E. Marilyn,(2000) Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.ISBN
Setiadi. (2007). Anatomi Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu
Johnson ,Morrison, (2000). Nursing Outcome Classification.Mosby Year Book
Philadelphia.
Mc. Closkey, Joanne, (2004) Nursing Intervention Classification Mosby Year
Book Philadelphia.
Joyce, E. (2009). Pengkajian Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC
NANDA, (2005). Nursing Diagnose:Definition and Classification. NANDA
international.
Nursalam, et al.(2007). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak . Jakarta: EGC.
Mansjoer, et al.(2001).Kapita Selekta Kedokteran Volume 1Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Wong, D, et al.(2008).Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 volume
2.Jakarta:EGC
Wong, D.(2004).Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4.Jakarta:EGC
Soedarmo,et al.(2008).Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Rd. Arry yulianita, D.(2007). Buku Saku Keperawatan. Bandung:
Yusi Sofiyah.(2007).Cat Kuliah Anak.  Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sylvia. A Price.(1995). Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Effendy, N.(1998). Dasar – dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta : EGC.